Minggu, 18 Januari 2015

Mengenal Value Stream Mapping





Value Stream Mapping (VSM) adalah perangkat dari manajemen kualitas (quality management tools) yang dapat menyusun keadaan saat ini dari sebuah proses dengan cara membuka kesempatan untuk melakukan perbaikan dan mengurangi pemborosan.
Secara umum, VSM dikenal juga sebagai sebuah tool dari Lean Manufacturing yang dapat membantu organisasi melihat aliran material dan informasi yang dibutuhkan pada saat produk berjalan di seluruh proses bisnis.
Pada prakteknya, VSM dibuat dalam bentuk grafik berupa flowcart dan digunakan untuk menganalisa dan merancang aliran material dan informasi yang dibutuhkan untuk memberikan produk dan jasa kepada pelanggan.
Teknik ini pertama dikembangkan di Toyota dan sebelumnya bernama “material and information tool mapping”. Tool ini dapat diaplikasikan dihampir semua supply chain.
Manfaat VSM secara umum adalah membantu memperbaiki proses bisnis secara menyeluruh dan meningkatkan efisiensi dan efektifitas proses. Beberapa keuntungan lain dari aplikasi VSM adalah:
  • Mengetahui titik-titik penumpukan inventori dalam proses bisnis
  • Membantu melihat proses bisnis yang sedang berjalan saat ini secara keseluruhan
  • Membantu merancang proses yang diinginkan, yang efisien, efektif, dan tentunya bebas dari waste
Karena VSM dapat menyajikan data mengenai proses, tool ini kerap diaplikasikan sebelum memulai inisiatif proyek Lean Six Sigma. VSM akan menunjukkan bagian-bagian mana yang perlu dilakukan perbaikan dengan proyek-proyek improvement.
VSM dapat dibuat khusus untuk  masing-masing produk yang spesifik. Dapat juga dibuat untuk satu kelompok produk yang memiliki tahapan proses yang sama (disebut product family). Setelah kita menentukan produk-produk yang spesifik untuk VSM, kita juga harus melihat permintaan pelanggan (customer demand) untuk menentukan Takt Time (waktu yang dibutuhkan untuk memproduksi produk, sesuai dengan tingkat permintaan pelanggan).
Selain itu, VSM juga akan membantu kita mengidentifikasi beberapa hal, seperti:
  • Penumpukan persediaan yang berlebihan dalam proses tertentu
  • Scrap yang tinggi
  • Waktu uptime yang rendah
  • Batch yang terlalu besar
  • Aliran informasi yang kurang layak
  • Waktu tunggu yang terlalu lama
  • Efisiensi waktu dari keseluruhan proses bisnis
Sehingga, agar penerapan VSM ini efektif, tim harus turun ke lapangan (melakukan gemba) dan berdiskusi dengan pekerja di lapangan untuk memastikan akurasi data. ( Sumber: ShiftIndonesia.com)

Value Stream Mapping adalah salah satu langkah kami mengembangkan dan menerapkan Lean Manufacturing, Bagi perusahaan yang menginginkan training Lean manufacturing, dapat menghubungi kami

Aditya Nugraha
Profesional Technical Trainer
Alifa Learning Center
0856 999 1346
agasheva_adit@yahoo.com


Senin, 12 Januari 2015

Change Management



Pasar yang transparan, mobilitas para pekerja, arus modal secara global, dan komunikasi yang mudah dipahami telah menjadi skenario lama yang membuat nyaman. Untuk kebanyakan industri, dan juga hampir seluruh perusahaan, baik dari skala besar hingga kecil, mereka mulai menganggap serius persaingan global karena adanya pola pikir manajemen secara kolektif demi menyambut satu hal, yaitu perubahan. Perusahaan yang sukses, seperti yang dikatakan oleh Profesor Harvard Business School Rosabeth Moss Kanter, fokus pada budaya perusahaan yang sustainable.
 

Tapi saat ini, para eksekutif senior sedang menghadapi tantangan baru. Dalam sebuah transformasi yang besar, mereka bersama dengan kolega-koleganya memusatkan perhatian bagaimana merancang rencana yang strategis dan taktis. Namun, untuk sukses menerapkan rencana-rencana tersebut mereka harus memiliki pemahaman yang mendalam mengenai sisi kemanusiaan dari Change Management.

Untuk mewujudkan budaya perusahaan yang selaras, sudah jelas diperlukan usaha yang konsisten , berkelanjutan dan tindakan yang kolektif, sehingga para karyawan yang ada dalam perusahaan Anda bertanggung jawab untuk merancang, melaksanakan dan siap menerima perubahan dari ingkungan kerja.

Transformasi struktural jangka panjang memiliki 4 karakteristik, yaitu scale (perubahan mempengaruhi semua atau sebagian besar organisasi), magnitude (melibatkan perubahan yang signifikan dari status quo), duration (berlangsung selama berbulan-bulan atau bertahun-tahun), dan strategic importance. Namun, perusahaan akan menuai hasilnya ketika perubahan itu terjadi dari tingkat individual karyawan.

Para eksekutif pun sangat menyadari gejolak bisnis yang terjadi secara global. Beberapa hal yang membuat tidur mereka tidak nyenyak adalah pemikiran mengenai reaksi karyawan, bagaimana melangsungkan kerja tim yang baik, dan bagaimana menerapkan kepemimpinan yang efektif. Semua itu memang merupakan faktor penting perusahaan agar dapat bersaing di tengah-tengan  pasar global.
Tidak ada metodelogi tunggal yang cocok untuk setiap perusahaan, tapi ada serangkaian praktek, baik itu tools dan juga teknik yang dapat disesuaikan dengan berbagai situasi. Dengan menggunakan kerangka yang sistematis, komprehensif, para eksekutif dapat memahami apa yang diharapkan, bagaimana mengelola perubahan pribadi mereka sendiri dan bagaimana melibatkan seluruh organisasi untuk ikut dalam proses.

Minggu, 11 Januari 2015

3 Langkah mengubah pola pikir







Dengan menyadari akan hasil dari variasi proses atau pun kelalaian, tim-tim pada sebuah industri manufaktur akan lebih memahami kebutuhan akan proses kepatuhan.
Untuk membuat industri manufaktur yang lebih efektif dan kuat di dalam sebuah pabrik, orientasi proses yang tepat dan pola pikir harus dikembangkan dan dipelihara. Tiga langkah sederhana ini akan membantu mengembangkan pola pikir untuk para staf di industri manufaktur.

Memahami Dasar-Dasar dari Sebuah Proses
Langkah pertama untuk mengadopsi pola pikir proses adalah untuk memahami bahwa semua pekerjaan dalam perusahaan manufaktur terdiri dari serangkaian tugas yang menghasilkan output. Dalam perusahaan, setiap orang akan memainkan peran dalam salah satu (atau lebih) tugas-tugas yang menghasilkan ouput.

Melibatkan Organisasi
Hal ini penting untuk seluruh organisasi dalam memahami proses yang digunakan perusahaan untuk langsung menghasilkan produk mereka, serta proses dukungan yang diperlukan untuk mempertahankan organisasi. Melibatkan individu dalam proses untuk menentukan masukan yang diperlukan untuk pekerjaan mereka. Dengan kata lain, menjelaskan masukan yang mereka butuhkan untuk melakukan pekerjaan yang mereka lakukan. Untuk melakukan hal ini, beberapa pertanyaan bisa ditanyakan untuk membantu mendefinisikan proses, seperti :

Dimana Anda menerima masukan dan dari siapa? Apa yang Anda lakukan dengan masukan yang Anda terima? Kapan? Bagaimana? Mengapa? Bagaimana kualitas input Anda menerima efek tugas yang harus Anda lakukan?
Organisasi manufaktur yang efektif memberikan tugas kepada para supervisor dengan menginterview rekan-rekan staf mereka untuk memahami bagaimana efek dari pekerjaan yang telah mereka lakukan dan juga sebaliknya.

Setelah tim-tim tersebut selesai melakukan interview para rekan kerja mereka, mereka harus secara visual mendokumentasikan proses tersebut, baik itu menggunakan catatan temple ataupun simbol flowchart sederhana untuk mengidentifikasi langkah-langkah dari alur proses tersebut. Posting grafik ini di tempat umum agar semua staf dapat meninjau, mendiskusikan dan memperbaiki yang akan dapat membantu tidak hanya proses kesadaran yang lebih baik tetapi juga membangun tim.
Setelah flowchart telah selesai di lakukan melalui peer review dan diskusi, tools formal flowchart dapat digunakan untuk proses dokumen yang lebih baik. Alat-alat ini harus diperlakukan sebagai dokumen hidup, sehingga memungkinkan untuk modifikasi baru atau lebih baik jika dikembangkan dan disetujui melalui manajemen.

Membuat Pemahaman yang Kuat Akan Proses Dalam Organisasi
Untuk membuat pemahaman yang kuat dalam organisasi manufaktur Anda, flowchart dari beberapa proses yang ada harus digunakan. Staf manufaktur harus menjelajahi tim mereka untuk mendiskusikan dan menemukan bagaimana variasi dengan input atau output yang akan mempengaruhi mereka secara pribadi dan bagaimana mereka dapat mempengaruhi hasil akhir secara keseluruhan. Hal ini dapat mencakup apa yang dipengaruhi oleh permintaan di menit-menit terakhir atau apa yang terjadi ketika langkah-langkah komunikasi yang dibangun tidak dipahami atau dieksekusi. Tim juga harus mempertimbangkan apa yang akan terjadi ketika sebuah proses yang ditetapkan tidak diikuti atau bahkan tidak ada.

Dengan lebih menyadari akan hasil dari variasi proses atau pun kelalaian, tim manufaktur dapat lebih memahami kebutuhan untuk proses kepatuhan. Latihan ini juga memungkinkan mereka untuk mengantisipasi dan mengoreksi variasi proses. Dengan mengambil hal-hal tersebut ke dalam rekening, tim manufaktur akan menjadi jauh lebih sadar akan proses dalam organisasi mereka dan memungkinkan pabrik untuk beroperasi dalam keadaan kualitas proses yang tinggi.***

Sumber: Shift

3 Langkah Memulai “Lean Journey”


Bagi sebagian besar industri manufaktur, istilah Lean memang bukan suatu hal yang baru. Lean dikenal sebagai sebuah metode perbaikan yang dapat menyederhanakan proses dan menciptakan value bagi pelanggan.
Penerapan metode lean dianggap sebagai hal yang lumrah bukan hanya di industri manufaktur saja, namun juga sudah menyebar luas di berbagai industri seperti jasa dan juga energi.
Banyak perusahaan yang mengaku sudah menerapkan lean dan namun tidak sedikit juga yang baru ingin memulai. Jamie Flinchbaugh Co-founder and Partner, Lean Learning Centre di Michigan mengatakan bahwa banyak perusahaan yang belum memahami tujuan dasar mengapa lean perlu diterapkan di dalam organisasi mereka.
Menurutnya, lean bukan hanya sekedar menerapkan tool 5S atau mengikuti pelatihan semata. Sehingga ini yang menjadi penyebab banyak organisasi belum merasakan manfaat atau berhasil menerapkan lean dan menjadikannya budaya yang melekat di DNA organisasi.
Jadi, Jamie menyarankan bagi organisasi yang ingin mulai menerapkan budaya lean, ada beberapa hal penting yang harus dijawab dan dipahami secara mendasar sebelum organisasi pergi terlalu jauh namun tidak memahami esensi dari penerapan budaya lean.

1. Jawab pertanyaan mengapa
Tidak bisa dipungkiri, salah satu alasan perusahaan tertarik menerapkan lean adalah karena mereka berpikir banyak perusahaan lain yang sudah menerapkan. Namun, menurut Jamie ini adalah alasan yang “menyesatkan”.
Jamie menjelaskan jika salah satu tujuan organisasi Anda menerapkan lean adalah untuk lebih kompetitif, maka Anda tidak perlu menerapkan budaya lean di dalam organisasi. Karena menurutnya setiap perusahaan selalu dituntut untuk terus berinovasi agar bisa tetap bersaing di pasar. Memang seperti itulah seharusnya.
Sehingga Jamie menyarankan agar organisasi Anda lebih spesifik dalam merumuskan permasalahan yang harus diselesaikan. Misal, bagaimana menghilangkan lead time yang selama ini menjadi penghambat dalam aktivitas operasional perusahaan atau ada permintaan pelanggan yang membutuhkan pelayanan baru dan Anda tidak tahu bagaimana mengatasinya.

2. Pahami sejarah perjalanan organisasi
Saat ini Anda belum memutuskan apakah organisasi Anda perlu memiliki komitmen untuk menerapkan lean, namun berencana untuk menerapkannya. Maka hal pertama yang harus Anda pahami adalah mengetahui dan memahami bagaimana perjalanan organisasi Anda selama ini.
Menurut Jamie, hal ini akan membantu organisasi memiliki komitmen yang kuat terhadap penerapan lean. Meskipun tidak semua perusahaan fokus pada bagaimana memuaskan pelanggannya namun, yang menjadi tujuan utama penerapan lean memberikan value yang berharga bagi pelanggan. Perusahaan yang berkomitmen menerapkan lean akan berfokus pada konsistensi dan kualitas.
Jamie menjelaskan bahwa setiap organisasi harus menemukan pemicu sendiri yang akan membuat mereka memiliki komitmen terhadap sebuah “lean journey”. Karena menurut Jamie, perjalanan tanpa komitmen hanya akan menghabiskan banyak biaya.

3. Solusi “Quick Wins” bukan berarti hal-hal yang mudah
Ada tiga alasan mengapa organisasi harus memiliki solusi “Quick Wins”. Pertama, Anda akan menghemat biaya dan waktu, sehingga dua hal tersebut bisa diinvestasikan kembali pada projek perbaikan proses. Kedua, solusi “Quick Wins” lebih melibatkan seluruh tim dalam organisasi. Ketiga, mencari solusi yang cepat akan menciptakan siklus penyelesaian masalah yang dapat membangun skill individu dan menciptakan budaya “keep learning” di dalam organisasi. Menurut Jamie, justru membuat solusi cepat ini sukses bukanlah hal yang mudah dan tapi justru disitulah pembelajaran yang dihasilkan.***

Sumber: Industryweek.com

3 Cara Mencegah Para Supervisor Menghalangi Inovasi

Inilah penyakit yang sering diderita perusahaan besar: jajaran eksekutif begitu bersemangat dan terus mendorong organisasinya untuk selalu berinovasi dan memperbaiki sesuatu. Sebaliknya, karyawan merasa sangat frustrasi dengan dorongan tersebut dan merasa enggan berubah. Kami pernah membahas hal ini di artikel berjudul “Benarkah Para Manajer Tidak Ingin Berinovasi?”. Lalu apa yang menyebabkan penyakit itu?
Seringkali kesalahan dilempar pada mereka yang menempati kursi “Middle Management”; para manajer dan supervisor. Di perusahaan besar, middle management sering dianggap sebagai penghalang inovasi.
John Kotter dalam bukunya yang berjudul “Leading Change”, mengidentifikasi supervisor sebagai salah satu penghalang inisiatif perubahan di divisinya. Menurut Kotter, para supervisor memang tidak secara aktif menentang perubahan, namun penolakan mereka lebih bersifat pasif. Mereka sangat sibuk dengan pekerjaannya hingga tidak memiliki waktu untuk mengimplementasikan ‘ide unik’ orang lain. Mereka sering menunggu lama hingga pekerjaan selesai, hingga akhirnya ide perubahan menjadi basi dan kehilangan momentum. Mereka terlalu fokus menjalankan sistem yang ada saat ini.
Dalam blognya ‘Innovator Inside’ James Gardner menyatakan hal yang sama di sebuah artikel yang berjudul “Middle Management Won’t Innovate”. Menurut Gardner, mereka tidak berinovasi bukan karena tidak ingin atau tidak punya visi, melainkan karena sistem yang ada dan sasaran yang ditetapkan berlawanan dengan inovasi.
Seperti yang dikemukakan Paul Sloane di website Innovation Excellence, ada tiga cara yang bisa dipilih untuk mengentaskan masalah ini, diantaranya:

1. Ubahlah Sasaran/Target para Supervisor dan Manajer

Target atau sasaran yang harus dikejar oleh para supervisor dan manajer harus dilengkapi dengan poin yang mendorong inovasi, inisiatif dan pengambilan-resiko. Berilah mereka target untuk mencoba hal-hal baru, dan masukkanlah target semacam itu dalam matriks yang akan dipertimbangkan dalam appraisal mereka. Salah satu kesulitan yang harus dipikirkan adalah bagaimana menjabarkan target semacam itu dalam bentuk matriks. Masalah lainnya, para supervisor dan manajer mungkin telah dibebani oleh terlalu banyak target.

2. Bypass Middle Management

Melakukan bypass memang tidak selalu menjadi solusi yang disarankan. Namun dalam beberapa situasi, anda bisa mencobanya. Doronglah karyawan front-line untuk mengerjakan sesuatu dengan cara-cara baru, bila perlu dibawah radar korporat, untuk mengembangkan produk dan jasa baru tanpa harus melewati birokrasi normal. Namun untuk itu, mereka harus dibekali dengan dukungan tertulis dari jajaran eksekutif untuk kekebalan politik. Bagaimanapun, cara seperti ini harus tempuh dengan sangat hati-hati.

3. Masukkan Inovasi dalam Target Setiap Orang

Pendekatan ideal adalah memasukkan inovasi sebagai bagian dari target semua orang. Perusahaan harus bisa memberi rasa memiliki kepada karyawan, agar mereka bisa merasa dan bersikap sebagai pengusaha yang sedang berusaha membuat perusahaannya menjadi lebih baik. Pendekatan ini memang ideal, namun hanya bisa dilakukan jika perusahaan menjalankan inisiatif berubahan budaya (culture change) dengan serius dan konsisten. Solusi 1 dan 2 bisa dicoba untuk menapaki langkah-langkah awalnya

Kunci Inovasi : Fokus pada perbaikan proses

Banyak orang beranggapan bahwa menciptakan ide-ide baru merupakan awal dari proses inovasi, padahal sebenarnya tidak juga. Menurut Longdon Morris, ide-ide baru justru muncul di tengah-tengah proses yang saat ini berlangsung.
Menurutnya, dengan fokus pada perbaikan proses, maka inovasi itu akan muncul.
Secara historis proses kerja berfokus pada peningkatan efisiensi, waktu siklus, kualitas, atau biaya proses tertentu. Banyak dari upaya ini diharapkan dapat memberikan manfaat yang signifikan. Namun ada aspek lain dari proses yang bisa dibilang “jarang” digunakan, padalah sangat berpotensi besar meningkatkan kinerja perusahaan secara keseluruhan.
Proses merupakan aktualisasi dari strategi. Artinya, proses adalah cara-cara yang unik bagaimana perusahaan mencoba menciptakan produk yang berharga bagi pelanggan dan itu tercermin dari proses yang berlangsung sehari-harinya.
Seberapa baik perusahaan melakukan proses tersebut secara langsung, maka hal tersebut akan berdampak pada kepuasan dan loyalitas pelanggan mereka.
Jika Anda ingin benar-benar fokus pada strategi perusahaan, maka Anda perlu meningkatkan kinerja operasional dan terus membangun komunikasi yang baik dalam setiap proses yang berjalan.
Strategi brainstorming dinilai tidak lagi diperlukan, sehingga perusahaan bisa fokus pada bagaimana proses yang lebih mendetail bisa diukur dan berorientasi pada perbaikan proses terus menerus. Sehingga bisa menghasilkan produk dan pengalaman yang lebih baik dari apa yang sudah tersedia di pasar.
Apa saja langkah-langkah melakukan perbaikan proses sehingga perusahaan bisa menciptakan output yang memuaskan bagi pelanggan?
The Starting Point
Untuk upaya perbaikan proses, ada dua bidang pengetahuan yang dibutuhkan untuk merencanakan suatu program eksekusi. Yang paling pertama adalah titik awal. Sama halnya ketika Anda mengemudi kendaraan, dimana Anda memiliki tujuan dan arah bagaimana sampai ke tujuan Anda.
Dari sudut pandang proses, ini berarti mengetahui subjek proses dari kondisi saat ini (current state), bagaimana sebuah proses saling berhubungan dengan proses lainnya, kegiatan yang dilakukan untuk memproduksi output, performers, skill, input, output, peralatan yang dibutuhkan, atribut yang berbeda (kualitas, warna, ukuran, dll), dan informasi lainnya yang membuat proses itu berharga dan unik. Dengan menentukan titik awal, maka Anda bisa menentukan dimana titik akhirnya.
Strategi Inovasi
Kebanyakan strategi yang baik adalah yang bisa memberikan diferensiasi bermakna yang memudahkan pelanggan untuk memilih. Produk dan pengalaman tidak harus sempurna, mereka hanya harus unggul dari produk-produk yang ada di pasar.
Inovasi adalah kerja keras. Misal, ada produk baru yang ingin Anda tawarkan di pasaran, maka Anda akan perlu melibatkan departemen pemasaran karena mereka akan membuat strategi kampanye untuk mendapatkan audiens baru melalui saluran komunikasi baru. Strategi internal ini bukan hanya akan menciptakan komunikasi yang baik lintas divisi, tapi juga mendorong kolaborasi dari setiap orang di dalam tim.
Inovasi Operasional
Dalam tahap ini perbaikan dilakukan dengan fokus pada peningkatan kualitas output, performa mesin, mengurangi biaya produksi, dan faktor efisiensi lainnya. Ini disebut perbaikan proses tradisional. Hal ini memberikan karyawan atau tim untuk membuat mesin produksi lebih kuat, fleksibel, lebih spesifik, dan lebih cepat.
Sama halnya dengan upaya strategis, inisiatif strategis operasional juga memerlukan bisnis yang kuat. Untuk kedua inovasi strategis dan operasional, sangat penting bahwa manajer mengkoordinasikan kegiatan-kegiatan perbaikan mereka untuk memastikan bahwa perbaikan pada satu proses tidak menimbulkan inefisiensi pada proses lainnya. Mekanisme untk mengevaluasi inisiatif perbaikan ini disebut manajemen inisiatif.
Manajemen Inisiatif
Berbeda dengan manajemen perusahaan kebanyakan pada saat ini, manajemen inisiatif tidak hanya menyediakan persetujuan kepada inisiatif atau mengecek progres semata. Ini merupakan sebuah pola pikir yang cukup baru yang menganggap bahwa inisiatif sebagai investasi. Ketika melihat inisiatif perbaikan dari sudut pandang ini, maka sangat penting untuk membuat list proses mana yang menjadi prioritas.

Sumber: Process Excellence Blog